PANDAWA vs KURAWA

Rabu, 19 Juni 2013



Ini dia video saat perang KARNA melawan ARJUNA, silakan disimak !!

Rabu, 12 Juni 2013

Kematian Abimanyu

Kematian Sang Maha Pemberani "ABHIMANYU"  Putra Arjuna

Taukah anda siapa itu Abimanyu?? Abimanyu merupakan putra dari Arjuna  yang menikah dengan Dewi Supraba. Abimanyu merpakan nama pemberian dari pamannya Sri Khrsna. Abimanyu bukan sekedar nama biasa melainkan merupakan sebuah singkatan. "A" merupakan singkatan dari Arjuna agar sama perkasanya seperti ayahnya, "BHIMA" merupakan nama dari Bhima agar sang anak sama kuatnya seperti Bhima, dan "YU" merupakan nama dari Yudhistira agar sang anak sama bijaknya seperti Yudistira. 

Baiklah sodara-sodara, inilah sedikit cuplikan dari kisah abimanyu yang sangat pemberani. cekidott>>>

Ingat akan ajaran ayahnya dan Krishna serta meresapkan dorongan semangat dari paman-pamannya, Abhimanyu berkata, “Baiklah, aku akan memenuhi harapan ayahku dan pamanku. Kupertaruhkan keberanian dan nyawaku demi kemenangan Pandawa.”

Yudhistira memberi restu kepada kesatria muda itu. Dengan kereta kesayangannya yang dikemudikanSumitra, Abhimanyu berangkat melakukan tugas suci yang dipercayakan kepadanya oleh pamannya. Kereta yang ditarik empat ekor kuda gagah itu segera meluncur menembus jantung formasi kembang teratai, bagaikan seekor singa membelah gerombolan gajah perkasa .

Kedatangan Abhimanyu di tengah-tengah kekuatan Kaurawa membuat sebagian prajurit Kaurawa cemas. Mereka tahu benar, kesatria muda itu hampir sama sakti dan mahirnya dengan ayahnya, Arjuna. Ketika Abhimanyu maju dengan perkasa, pasukan Kaurawa mundur dan terbelah dua .

Jayadrata, raja Negeri Sindhu, yang memihak Kaurawa adalah seorang ahli siasat dan taktik pertempuran yang disegani lawan maupun kawan. Ia memotong belahan yang dibuat Abhimanyu, membuat kesatria muda itu terperangkap. Bhimasena dan yang lain tercegat, tak bisa menyusul Abhimanyu dan harus berhadapan dengan pasukan yang dipimpin oleh Jayadrata .

Kendati demikian, Abhimanyu terus maju menyerang musuh yang beribu-ribu jumlahnya. Ia menyerang ke kanan dan ke kiri, tidak peduli siapa pun yang dihadapinya. Tidak terhitung banyaknya korban di pihak Kaurawa yang jatuh bagai pohon-pohon bertumbangan diamuk angin topan. Tombak, gada, pedang, busur, anak panah dan bola-bola besi berserakan di mana-mana. Mayat-mayat bergelimpangan. Ada yang tanpa kepala, tanpa kaki, tanpa lengan; ada yang badannya terbelah. Sungguh pemandangan yang sangat mengerikan .

Melihat ini, Duryodhana merasa perlu untuk maju menghadapi Abhimanyu. Mahaguru Drona yang tahu benar kekuatan, keberanian dan tekad Abhimanyu, terpaksa mengirimkan bala bantuan untuk mengawal Duryodhana agar pangeran Kaurawa itu tidak tewas di tangan Abhimanyu. Duryodhana nyaris tewas, tetapi sempat diselamatkan oleh para pengawalnya .

Akhirnya, tanpa malu atau segan, para senapati Kaurawa melanggar semua aturan perang. Beramai-ramai mereka mengeroyok putra Arjuna, dari segala penjuru dan dengan segala macam cara. Drona, Aswatthama, Kripa, Karna, Sakuni, Duhsasana dan para kesatria besar yang patut dihormati, tanpa malu atau tanpa ragu menyerang Abhimanyu yang sendirian tanpa pasukan dan tanpa bala bantuan di tengah ribuan musuhnya. Abhimanyu bagaikan perahu kecil yang tak berdaya digulung gelombang yang susul-menyusul di lautan mahaluas ketika badai topan mengamuk dengan dahsyatnya. Tetapi dengan penuh tekad Abhimanyu terus memberikan perlawanan, bagai perahu yang terus maju memecah ombak dan melawan angin .

Asmaka menyerang Abhimanyu dengan menabrakkan keretanya yang dipacu sekencang angin. Tetapi Abhimanyu menghadapinya sambil tersenyum. Pertarungan yang tak seimbang antara seorang kesatria muda yang belum berpengalaman melawan puluhan kesatria sakti yang sudah berpengalaman membuat orang iba kepada Abhimanyu. Ia berhasil menghancurkan senjata Karna dan menyerang Salya hingga kedua kesatria yang sudah tidak muda lagi itu terluka parah. Saudara Salya membalas dengan menggempur Abhimanyu, tetapi ia juga dapat dikalahkan. Abhimanyu menghancurkan keretanya .

Drona terharu menyaksikan Abhimanyu bertempur dengan gagah berani. Ia berkata kepada Kripa,“Adakah yang bisa menandingi keberanian Abhimanyu? Sungguh ia pemuda yang perkasa dan berani!”

Duryodhana, yang kebetulan berdiri di dekat Kripa, tersinggung mendengar kata-kata Drona. Ia memang cepat naik darah .

“Guru selalu memihak Arjuna. Guru tidak mau membunuh Abhimanyu,” kata Duryodhana dengan curiga, seperti ketika mencurigai Bhisma .

Memang, sejak kecil Duryodhana sudah berwatak buruk. Segala perbuatannya mendorongnya untuk menambah kesalahan dan dosanya. Kelak ia akan memetik karmaphala atas perbuatannya sendiri .

Duhsasana malu, tetapi juga benci dan iri melihat keberanian Abhimanyu. Sambil berteriak lantang ia menantang Abhimanyu, “Hai anak muda, engkau pasti mampus di tanganku,”
Begitu selesai mengucapkan tantangannya, ia segera menyerbu. Serangannya dihadapi Abhimanyu dengan man-
tap. Beberapa saat kemudian, Abhimanyu dapat menaklukkan Duhsasana. Untuk terakhir kalinya, Abhimanyu melontarkan bola besi, tepat mengenai kepala Duhsasana. Kesatria Kaurawa itu jatuh terkapar di dalam keretanya, tidak sadarkan diri. Untunglah, saisnya secepat kilat membawanya lari mundur untuk diselamatkan .

Sementara itu induk pasukan Pandawa tidak bisa lagi menyusul Abhimanyu karena dihalang-halangi pasukan yang dipimpin Jayadrata, menantu Dritarastra. Jayadrata menyerang Yudhistira. Dharmaputra melemparkan tombaknya, tepat mengenai busur Raja Sindhu itu. Tetapi, dengan busur baru Jayadrata memanah Dharmaputra, tepat mengenai keretanya. Bhimasena membantu Yudhistira dengan memanah kereta Jayadrata, tepat mengenai payung kebesaran dan panji-panjinya. Jayadrata membalas dengan melesatkan empat anak panah sekaligus. Keempat kuda Bhimasena tewas seketika. Bhima terpaksa melompat ke kereta Satyaki .

Bagaikan banjir bandang melanda dusun, sawah, dan ladang, Abhimanyu terus maju menerjang. Tak terbilang banyaknya korban berjatuhan di tangan kesatria muda unggulan Pandawa itu. Putra Duryodhana,Laksamana, yang juga masih muda dan gagah berani, maju menghadapi Abhimanyu. Putra Dewi Subadra dan Arjuna itu menyambut Laksmana dengan lontaran bola besi yang berkilauan. Bola besi itu melesat cepat, tepat menembus dada cucu Dritarastra. Kesatria itu terpelanting jatuh, tewas seketika. Kaurawa sedih kehilangan Laksmana, putra Duryodhana, junjungan mereka .

Mendengar kabar kematian putranya, Duryodhana mengamuk. Ia berteriak lantang, mengancam Abhimanyu, “Hai Abhimanyu! Berani benar kau membunuh putra kesayanganku. Terimalah pembalasanku!”

Ia segera memerintahkan keenam kesatria Kaurawa yang telah berpengalaman, yaitu Drona, Kripa, Karna, Aswatthama, Brihatbala dan Kritawarma untuk mengepung putra Arjuna itu dari belakang, depan, samping kanan dan samping kiri .

“Tidak mungkin menundukkan pemuda ini tanpa melumpuhkan keretanya lebih dahulu,” teriak Drona. Ia menyuruh Karna membidik tali kekang dan keempat kuda Abhimanyu sebelum menyerang kesatria itu .




Tanpa malu para kesatria Kaurawa melanggar aturan perang dan menyerang Abhimanyu dari segala arah. Panah Karna memutus tali kekang hingga keempat kuda penarik kereta itu tak terkendali. Kemudian, Karna menyerang Sumitra, sais kereta, dan keempat kuda itu. Sumitra dan keempat kuda itu mati seketika. Tetapi, Abhimanyu terus maju melawan musuh-musuhnya dengan pedangnya! Semua lawannya kagum dan dalam hati merasa malu melihat ketangkasan dan keberanian kesatria muda itu. Drona menebas pedang Abhimanyu hingga patah berkeping-
keping, sementara Karna menghancurkan perisainya dengan bidikan anak panah .

Abhimanyu terus melawan. Diambilnya roda keretanya yang sudah berantakan dan digunakannya sebagai senjata cakra. Diayun-ayunkannya roda itu dan ditumbukkannya pada siapa saja yang berani mendekatinya .

Dalam keadaan demikian, Abhimanyu serentak diserbu dengan berbagai macam senjata, seperti tombak, gada, busur, panah, perisai, lembing, pedang, dan sebagainya. Roda kereta yang digunakannya sebagai cakra hancur berantakan. Tetapi Abhimanyu terus melawan. Ia menerjang salah satu putra Duhsasana lalu bergumul dengan hebat .

Tetapi... seberapakah kekuatan seseorang tanpa senjata tanpa pengawal dan dikeroyok oleh beratus-ratus musuh? Dengan kekuatan yang tersisa di raganya, Abhimanyu masih dapat menarik kaki lawannya hingga mereka jatuh bersama ke tanah .

Begitu Abhimanyu jatuh, para Kaurawa segera menghabisinya. Ada yang menombak, ada yang memanah, ada yang menusuk-nusuk dengan lembing, ada yang memukul dengan gada, ada yang mencongkel-congkel dengan busur. Pendek kata, semua siksaan kejam terkutuk itu ditimpakan ke tubuh Abhimanyu yang sudah penuh luka. Semua itu dilakukan Kaurawa sambil bersorak-sorak. Seperti setan dan iblis, mereka menari-nari mengelilingi jasad Abhimanyu yang sudah tidak berbentuk .

Yuyutsu *), salah satu putra Dritarastra yang ikut mengeroyok Abhimanyu merasa sangat kecewa dan marah melihat perbuatan para senapati Kaurawa .

“Cara kalian membunuh Abhimanyu sungguh sangat tercela! Tuan-Tuan adalah kesatria besar. Apakah Tuan-
Tuan telah melupakan etika dan moral dalam berperang? Seharusnya Tuan-Tuan malu karena perbuatan keji ini. Sungguh tak pantas berteriak-teriak dan menari-nari di atas mayat musuh yang Tuan-Tuan bunuh secara jahat dan keji. Apakah pantas perbuatan Tuan-Tuan itu? Sekarang Tuan-Tuan bisa bergembira, tetapi kelak Tuan-Tuan pasti memetik hasil ‘kemenangan’ Tuan-Tuan yang kejam.”

Setelah berkata demikian, dengan muak Yuyutsu melemparkan semua senjatanya lalu meninggalkan medan Kurukshetra untuk selama-lamanya. Ia tidak takut mati di medan pertempuran, tetapi ia muak melihat perbuatan keji seperti yang dilakukan oleh para senapati Kaurawa itu. Ia tahu benar bahwa perbuatan seperti itu bukan perbuatan kesatria sejati. Ia menyindir para senapati Kaurawa dengan kata-kata tajam. Mungkin mereka menganggap Yuyutsu pengkhianat, tetapi sebenarnya, dialah yang memiliki iktikad baik dan jujur, sesuai dengan hati nuraninya sebagai kesatria .

“Yang jahat akan tetap jahat, yang keji tetap harus dihukum, yang berbuat sesuatu tetap harus memetik buahnya.”

Selasa, 11 Juni 2013

Kematian gatotkaca

Kisah Kematian Putra Bhima "Ghatotkaca" dalam Sejarah Mahabarata
Kehadiran Ghatotkaca membuat pasukan dan bala tentara dari pihak kurawa takut dan panik. Meskipun berwujud raksasa sesungguhnya Ghatotkaca merupakan anak dari perkawinan antara Bhima dan Raksasa baik hati bernama Dimbi yang pertemuan mereka berdua terjadi saat Pandawa dan dewi Kunti menyamar ke hutan karena menyelamatkan diri dari peristiwa kebakaran balai Sagala-gala (Istana Kardus)Karna menjadi panglima perang, dan berhasil menewaskan musuh. Yudhisthira minta agar Arjuna menahan serangan Karna. Arjuna menyuruh Ghatotkaca untuk menahan dengan ilmu sihirnya, Ghatotkaca mengamuk, Korawa lari tunggang-langgang. Karna dengan berani melawan serangan Ghatotkaca. Namun Ghatotkaca terbang ke angkasa. Karna melayangkan panah, dan mengenai dada Ghatotkaca. Satria Pringgandani ini limbung dan jatuh. Namun sebelum dia benar-benar terjatuh, ayahnya yaitu Bhima meminta agar sang anak yang pemberani itu membesarkan badannya sampai ukuran yang benar-banar maksimal dan menjatuhkan badannya ke arah pasukan Kurawa. Ghatotkaca yang mendengar perintah ayahnya sebelum gugur pun tersenyum memberi salam dan meminta restu pada sang ayah sebagai tanda hormatnya. kemudian jenasah si pemberani itu menyambar kereta Karna, tetapi Karna dapat menghindar dan melompat dari kereta. Ghatotkaca mati di atas kereta Karna. Para Pandawa berdukacita. Hidimbi pamit kepada Dropadi untuk terjun ke perapian bersama jenasah anaknya.
Pertempuran terus berkobar, Drona berhasil membunuh tiga cucu Drupada, kemudian membunuh Drupada, dan raja Wirata. Maka Dhrtadyumna ingin membalas kematian Drupada.
Kresna mengadakan tipu muslihat. Disebarkannya berita, bahwa Aswatthama gugur. Yudhisthira dan Arjuna mencela sikap Kresna itu. Kemudian Bhima membunuh kuda bernama Aswatthama, kemudian disebarkan berita kematian kuda Aswatthama. Mendengar berita kematian Aswatthama, Drona menjadi gusar, lalu pingsan. Dhrtadyumna berhasil memenggal leher Drona. Aswatthama membela kematian ayahnya, lalu mengamuk dengan menghujamkan panah Narayana. Arjuna sedih atas kematian gurunya akibat perbuatan yang licik. Arjuna tidak bersedia melawan Aswatthama, tetapi Bhima tidak merasakan kematian Drona. Dhrtadymna dan Satyaki saling bertengkar mengenai usaha perlawanan terhadap Aswatthama. Kresna dan Yudhisthira menenangkan mereka. Pandawa diminta berhenti berperang. Tapi Bhima ingin melanjutkan pertempuran, dan maju ke medan perang mencari lawan, terutama ingin menghajar Aswatthama. Saudara-saudaranya berhasil menahan Bhima. Arjuna berhasil melumpuhkan senjata Aswatthama. Putra Drona ini lari dan sembunyi di sebuah pertapaan. Karna diangkat menjadi panglima perang. Banyak perwira Korawa yang memihak kepada Pandawa.
Pada waktu tengah malam, Yudhisthira meninggalkan kemah bersama saudara-saudaranya. Mereka khidmat menghormat kematian sang guru Drona, dan menghadap Bhisma yang belum meninggal dan masih terbaring di atas anak panah yang menopang tubuhnya. Bhisma memberi nasihat agar Pandawa melanjutkan pertempuran, dan memberi tahu bahwa Korawa telah ditakdirkan untuk kalah.
Pandawa melanjutkan pertempuran melawan Korawa yang dipimpin oleh Karna. Karna minta agar Salya mau mengusiri keretanya untuk menyerang Kresna dan Arjuna. Salya sebenarnya tidak bersedia, tetapi akhirnya mau asal Karna menuruti perintahnya.
Pertempuran berlangsung hebat, disertai caci maki dari kedua belah pihak. Bhima bergulat dengan Doryudana, kemudian menarik diri dari pertempuran. Dussasana dibunuh oleh Bhima, sebagai pembalasan sejak Dussasana menghina Drupadi. Darah Dussasana diminumnya.
Arjuna perang melawan Karna. Naga raksasa bernama Adrawalika musuh Arjuna, ingin membantu Karna dengan masuk ke anak panah Karna untuk menembus Arjuna. Ketika hendak disambar panah, kereta yang dikusiri Kresna dirundukkan, sehingga Arjuna hanya terserempet mahkota kepalanya. Naga Adrawalika itu ditewaskan oleh panah Arjuna. Ketika Karna mempersiapan anak panah yang luar biasa saktinya, Arjuna telah lebih dahulu meluncurkan panah saktinya. Tewaslah Karna oleh panah Arjuna.
Doryudhana menjadi cemas, lalu minta agar Sakuni melakukan tipu muslihat. Sakuni tidak bersedia karena waktu telah habis. Diusulkannya agar Salya jadi panglima tinggi. Sebenarnya Salya tidak bersedia. Ia mengusulkan agar mengadakan perundingan dengan Pandawa. Aswatthama menuduh Salya sebagai pengkhianat, dan menyebabkan kematian Karna. Tuduhan itu menyebabkan mereka berselisih, tetapi dilerai oleh saudara-saudaranya. Aswatthama tidak bersedia membantu perang lagi. Salya terpaksa mau menjadi panglima perang. Nakula disuruh Kresna untuk menemui Salya, dan minta agar Salya tidak ikut berperang. Nakula minta dibunuh daripada harus berperang melawan orang yang harus dihormatinya. Salya menjawab, bahwa ia harus menepati janji kepada Duryodhana, dan melakukan darma kesatria. Salya menyerahkan kematiannya kepada Nakula dan agar dibunuh dengan senjata Yudhisthira yang bernama Pustaka, agar dapat mencapai surga Rudra. Nakula kembali dengan sedih.
Salya menemui Satyawati, pamit maju ke medan perang. Isteri Salya amat sedih dan mengira bahwa suaminya akan gugur di medan perang. Satyawati ingin bunuh diri, ingin mati sebelum suaminya meninggal. Salya mencegahnya. Malam hari itu merupakan malam terakhir sebagai malam perpisahan. Pada waktu fajar Salya meninggalkan Satyawati tanpa pamit, dan dipotongnya kain alas tidur isterinya dengan keris. Salya memimpin pasukan Korawa. Amukan Bhima dan Arjuna sulit untuk dilawannya. Salya menghujankan anak panahnya yang bernama Rudrarosa. Kresna menyuruh agar Pandawa menyingkir. Yudhisthira disuruh menghadap Salya. Yudhisthira tidak bersedia harus melawan pamannya. Kresna menyadarkan dan menasihati Yudhisthira. Yudhisthira disuruh menggunakan Kalimahosadha, kitab sakti untuk menewaskan Salya. Salya mati oleh Kalimahosadha yang telah berubah menjadi pedang yang bernyala-nyala. Kematian Salya diikuti oleh kematian Sakuni oleh Bhima. Berita kematian Salya sampai kepada Satyawati. Satyawati menuju medan perang, mencari jenasah suaminya. Setelah ditemukan, Satyawati bunuh diri di atas bangkai suaminya.
Duryodhana melarikan diri dari medan perang, lalu bersembunyi di sebuah sungai. Bhima dapat menemukan Duryodhana yang sedang bertapa. Duryodhana dikatakan pengecut. Duryodhana sakit hati, lalu bangkit melawannya. Bhima diajak berperang dengan gada. Terjadilah perkelahian hebat. Baladewa yang sedang berziarah ke tempat-tempat suci diberi tahu oleh Narada tentang peristiwa peperangan di Hastina. Kresna menyuruh Arjuna agar Bhima diberi isyarat untuk memukul paha Duryodhana. Terbayarlah kaul Bhima ketika hendak menghancurkan Duryodhana dalam perang Bharatayudha. Baladewa yang menyaksikan pergulatan Bhima dengan Duryodhana menjadi marah, karena Pandawa dianggap tidak jujur, lalu akan membunuh Bhima. Tetapi maksud Baladewa dapat dicegah, dan redalah kemarahan Baladewa.

Minggu, 09 Juni 2013

Kebersamaan Pandawa Dalam Suka dan Duka












Pandawa mengetahui bahwa Suyudana telah diangkat menjadi raja.
Pandawa tenang dan sabar.
Kurawa khawatir kalau Pandawa kelak akan menuntut haknya.
Suyudana dan para kurawa dan merencanakan untuk membinasakan Pandawa
Prabu kurupati duduk dipaseban dihadap oleh Patih Arya Sakuni, Dursasana, Durmagati, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi. Mereka membuat rencana jahat dengan mengundang Pandawa ke pesanggrahan batas kota yang disebut Balai Sagala-gala.

Pandawa diundang hadir ke Balai Sagala-gala untuk membicarakan pembagian negara Astina. Pesanggrahan tersebut dibuat seluruhnya dari bambu yang didalamnya diisi dengan obat sandawa. Dengan rencana bahwa bila Pandawa dalam keadaan berpesta dan mabuk-mabukan akan pesanggrahan itu akan di bakar.
Pandawa, terutama Puntadewa yang tidak menaruh curiga menghadiri acara itu.
Dewi Kunti was-was sejak terjadinya peristiwa Bima yang diceburkan di Sungai Gangga, dia tidak percaya lagi pada Kurawa, oleh karenannya dia merasa perlu ikut.
Didalam Pesanggrahan itu berlangsung pesta besar-besaran. Ada yang bermain Kartu adan yang bermain dadu ada yang mabuk-mabukan.
Hanya Bima atau Bratasena yang tetap waspada. Semenjak peristiwa dirinya diracun, dia tidak pernah percaya lagi pada Kurawa terutama pada Suyudana.
Bima yang waspada berpura-pura buang air, untuk menyelidiki rencana jahat apa yang akan dilakukan Kurawa.
Ditempat sepi Bima didatangi oleh Batara Narada secara diam-diam yang menyatakan kalau nanti ada seekor binatang garangan putih, agar diikuti saja kemana perginya, agar keluarga pendawa selamat.
Pandawa ditantang main Dadu oleh Kurawa. Prabu Kurupati melawan Suyudana
Taruhan judi adalah kalau Kurupati kalah ia akan memberikan negeri Astina, sedangkan kalau Puntadewa kalah ia harus menyerahkan nyawa.
Dalam permainan itu Prabu Kurupati berkali-kali kalah.
Patih Sakuni yang tahu keaadaan Suyudana rajanya dalam keadaan terdesak secara curang memutar dadu, hal ini diketahui oleh Dewi Kunti.
Dewi Kunti marah, Sakuni dikatakannya Setan.
Patih Sakuni mundur, marah dan dendam sekali.
Patih Sakuni melihat bahwa para Pendawa hampir semuanya dalam keadaan mabuk.
Patih Sakuni segera memerintahkan para kurawa untuk segera membakar uceng-uceng. Pesanggrahan Balai Sagalagala terbakar.
Setelah api menjalar para Kurawa yang bertugas menyelamatkan Prabu Suyudana segera bertindak mengamankan Prabu ketempat yang telah dipersiapkan.
Melihat pesanggrahan terbakar hebat Bratasena segera masuk dan memeluk ibunya, kakaknya dan adiknya untuk menyelamatkan diri dari amukan api. Arjuna dan Puntadewa dalam keadaan mabuk dan pusing.
Pandawa diselamatkan dari Balai Sagala oleh Batara Narada. Tiba-tiba Bratasena melihat ada binatang garangan putih. Sesuai dengan pesan Hyang Narada, Bratasena mengajak ibu dan saudara-saudaranya untuk mengikuti kemana perginya binatang itu. Binatang itu ternyata memasuki lobang tanah. Bratasena membawa ibu dan saudara-saudaranya memasuki lobang tersebut. Mereka selamat.
Pesanggrahan itu setelah terbakar hebat, maka roboh. Prabu Suyudana pura-pura menangis dan mengira semua Pendawa dan Ibunya telah tumpas, termasuk bibinya Dewi Kunti.

PERJUDIAN DADU PANDAWA DAN KURAWA

"PERJUDIAN  DADU  PANDAWA  DAN  KURAWA"

Tipu muslihat Kurawa pada Pendawa terus saja dilakukan, setelah mereka mendengar kabar bahwa setelah 10 tahun lebih Pendawa tidak ada kabarnya dan dikira tumpas semuanya oleh karena terbakar pada saat terjadi kebakaran di Sagala-gala, tiba-tiba tersiar kabar bahwa ternyata Semua Putera Pandudewanata masih hidup dan malah mendapat daerah baru berupa hutan amarta, maka Kurawa terutama Suyudana menjadi gusar bukan kepalang.
Kurawa berpura-pura baik lagi dengan Pendawa, dengan mengunjungi mereka ke Hutan Amarta dan mengajak mereka untuk datang lagi bertamu ke Astina, sebagaimana sewajarnya saudara harus saling mengunjungi.

Saat pertemuan itu Pandawa yang sudah sadar akan haknya segera menuntut kepada Kurawa agar negeri Astina dibagi dua, karena dulu yang memerintah adalah Pandudewanata ayah Pandawa kemudian dilanjutkan oleh Dastarata ayah Kurawa. Namun ternyata Kurawa tidak rela apabila negerinya dibagi dua dan mereka senantiasa berusaha agar negeri Astina tetap menjadi hak Kurawa seluruhnya.

Patih Arya Sakuni adalah seorang yang cerdik tetapi licik, penuh dengan tipu daya. Sakuni sebenarnya masih keluarga istana Astina karena dia adalah adik dari Ibu permaisuri Dewi Gendari istri Prabu Dastarata. Ia diangkat menjadi patih tidak lama sejak Dastarata naik tahta. Hal itu karena pendekatannya yang sangat pintar kepada kakak Iparnya Prabu Destarata. Patih Sakuni orangnya pandai berbicara, tetapi tidak jujur. Banyak tipu muslihatnya. Setiap katanya selalu enak didengar dan seolah-olah benar. Yang mendengar selalu merasa tertarik seperti kena guna pengasih.
Saat ini Patih Sakuni merupakan penasehat utama Prabu Suyudana, kemenakannya sendiri. Pada suatu hari ia memprakarsai dilakukannya permainan dadu lagi antara Pandawa dan Kurawa. Dastarata yang mengetahui hal itu, berusaha mencegah dan menggagalkan acara permainan itu, demikian juga dengan adiknya Raden Yamawidura yang pincang juga tidak setuju dengan permainan itu.
Sebenarnya Pandawa sudah tidak mau bermain, namun karena bujuk rayu Patih Sakuni, serta pertaruhan yang melibatkan separuh negeri Astina yang mungkin bisa didapatkan apabila mereka menang main Dadu, apa salahnya dicoba, siapa tahu Dewa bermurah hati dengan memberi kemenangan pada Pandawa, sehingga mereka bisa mendapatkan saparuh wilayah Astina.
Karena kepandaian Kurawa bermain dadu, dan ketidak terampilan Pandawa bermain judi, karena selama ini mereka hidup terpencil di Hutan Amarta, ditambah lagi dengan kecurangan Patih Sakuni yang bagi orang biasa tidaklah nampak, maka perlahan namun pasti Pandawa mengalami kekalahan demi kekalahan.
Setiap permainan selalu ada yang dipertaruhkan. Setiap kali pertaruhannya barang yang tidak seberapa Pandawa selalu menang, namun anehnya tiap kali pertaruhannya adalah barang yang cukup berharga bagi Pandawa, Pandawa kalah. begitu seterusnya, namun sejauh ini Pandawa belum menyadarinya juga.
Kekayaan Pandawa berupa kereta, Kuda, Gajah mulai dipertaruhkan, tidak lama semua barang itu sudah ludes menjadi milik Kurawa. Selanjutnya mereka mempertaruhkan Budak-budak lelaki dan perempuan, Namun mereka kalah lagi.
Beberapa kali Pandawa bisa memenangkan kerbau atau sapi. Namun ketika mereka memasang lebih besar maka barang dan harta itu lepas karena kekalahan. Setelah harta kekayaan sudah ludes, Pendawa terutama Bima mulai kehilangan akal. Hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun membuka Hutan, menangkap dan beternak Sapi, Kerbau, dan sebagainya hilang hanya dalam hitungan jam.
Bima gusar bukan kepalang, kebenciannya terhadap Kurawa sudah di ubun-ubun, namun bagaimana caranya mengambil harta Pandawa itu?. Yang tersisa hanya negerinya Indraprasta yang tidak seberapa luas. Apakah harus dipertaruhkan juga?

Negara Indraprasta dipertaruhkan
Bima yang sudah kalap itu berteriak bahwa ia mempertaruhkan negerinya dan sebagai imbangan dari pihak Kurawa adalah separuh negeri Astina dan semua harta Pandawa yang telah menjadi milik Kurawa karena kekalahan mereka.
Patih Sakuni tersenyum culas dan memberi kode kepada Suyudana agar melanjutkan permainan. Akhirnya mereka bermain lagi beberapa kali dan sungguh sial Pendawa kalah terus maka mereka harus rela menyerahkan negeri Indraprasta ke tangan Kurawa.
Bima yang termangu-mangu bingung diejek oleh salah seorang Kurawa,
“Hey Bima sudah habiskah harta kekayaan Pendawa semua?,” Sebenarnya masih ada yang bisa dipertaruhkan yaitu baju yang kalian pakai.” Juga Istri Kakakmu yang cantik Dewi Drupadi juga boleh di pertaruhkan kalau kalian mau”.
Dursasana yang dari tadi melihat Dewi Drupadi yang bolak-balik menemui suaminya Yudistira serta mengingatkannya agar segera menghentikan permainan dadau itu, melotot dengan pandangan penuh nafsu setiap kali Dewi Drupadi lewat dihadapannya.
Setelah ada usulan bahwa Dewi Drupadi boleh dipertaruhkan, Pandawa tidak menyahut.. maka segera ia mengatakan dengan penuh nafsu, bahwa taruhan baju Pandawa yang tidak seberapa itu akan diimbangi dengan separuh negeri Astina, asal Dewi Drupadi juga dipertaruhkan. Bima yang sudah seperti kesetanan itu akhirnya menyetujui usul itu. Tidak akan mungkin Kurawa akan menang terus.
Dewi Drupadi menjadi taruhan judi
Sementara itu nafsu Dursasana sudah semakin memuncak mendengar Bima menyetujui usulnya. Dia sudah membayangkan tubuh mulus Dewi Drupadi dibalik kainnya yang indah itu. Dia sudah merasa yakin akan menang dengan memberi kode kepada Paman Patih Sakuni yang juga segera membalas kode itu dengan kedipan mata yang hanya mereka sendiri yang tahu apa maksudnya.
Dadu berputar dengan kencang dan semua orang menghentikan nafas melihat hasilnya. Dadu pertama selesai berputar, disusul oleh dadu yang kedua. Setelah semua berhenti semua orang melotot. Pandawa Kalah Lagi !!!.
Dursasana berjoget-joget senang melihat hasil dadu yang sudah berhenti itu. Semua orang melihat kearah Pandawa, Pandawa yang tercengang sesaat menjadi sadar bahwa mereka kalah lagi. Suyudana tersenyum mengejek dan memberi kode dengan mencincing dan menarik-narik bajunya sebagai pertanda bahwa Pandawa harus membuka bajunya dan menyerahkan bajunya. Yudistira, Bima dan Arjuna mau tidak mau mulai mebuka baju mereka dan menyerahkannya ke pihak Kurawa. Mereka kini tinggal cawat saja menutupi tubuh mereka.
Demi dilihatnya dari jauh suaminya Puntadewa melepaskan bajunya Dewi Drupadi menangis dan berlari kearah suaminya untuk ditutupinya dan dan segera diajak pergi. Namun ditengah jalan larinya ditahan oleh Dursasana yang memalangkan kedua tangannya seprti hendak menangkap tubuhnya, sambil tertawa-tawa.
Dewi Drupadi dipermalukan oleh Dursasana
Drupadi panik, kurang ajar sekali Kurawa yang satu ini, Drupadi berlarian kesana kemari, namun tidak satupun Pandawa yang bergerak menolongnya. Dengan derai air mata dilihatnya suaminya Puntadewa terduduk dengan kepala tertunduk dengan wajah sangat sedih. Segera sadarlah Drupadi bahwa ia telah menjadi barang taruhan Judi terkutuk itu. Drupadi berlarian sambil berdoa kepada Dewa agar menolongnya. Dursasana mengejar dan tertawa-tawa, yang melihat kejadian itu ada yang tidak setuju, namun ada juga yang bernafsu, ada juga yang marah dan membuang muka, namun ada juga yang menunggu dengan harap-harap cemas apa yang dilakukan Dursasana pada Dewi Drupadi yang cantik dan luwes itu.
Lelah berlarian Dewi Drupadi tertangkap oleh Dursasana yang sangat kasar dan ugal-ugalan itu. Dewi Drupadi meronta-ronta dan berteriak-teriak. Dursasana makin bernafsu dan tanpa malu mulai menarik kain yang di kenakan oleh Dewi Drupadi. Puntadewa benar-benar hancur hatinya dan secara tak sadar berdoa kepada Dewa agar melindungi Isterinya itu dari malu.
Karena berlarian dan dipermainkan oleh Dursasana, gelung rambut Dewi Drupadi sudah terlepas dan rambutnya terurai ditubuhnya, orang-orang jahat yang melihatnya semakin bernafsu. Dursasana kemudian berhasil menarik kain Dewi Drupadi diiringi oleh tertawaan dan dukungan dari Patih Sakuni dan Suyudana terhadap Dursasana. Tiap kali kain itu tertarik mereka berteriak bersama sama
” Haiyaa!!! ” kemudian tertawa berderai-derai. Namun aneh sekali ketika kain itu ditarik dan Dewi Drupadi harus berputar-putar karenanya, kain itu tidak ada habisnya dan seolah menjadi bertambah panjang, begitu seterusnya hingga kain yang teronggok di lantai tempat judi itu jadi bertumpuk tinggi, dan masih belum habis juga karena masih ada yang melekat pada tubuh Drupadi.

Destarata yang buta dan mendengar ribut-ribut, tangisan Drupadi, tertawaan orang-orang yang menonton, segera tahu bahwa ada kejadian yang tidak pantas disana. Dia segera keluar dan membentak anaknya Dursasana dan menyuruhnya berhenti. Dia memerintahkan agar semua penonton bubar dan pulang. Kepada Sakuni dan Suyudana dia mengatakan agar Judi dihentikan.
Dewi Drupadi yang masih menangis terduduk di lantai sambil terus mengusap air matanya. Puntadewa, Bima dan Arjuna segera menolong Dewi Drupadi dan mereka ingin segera meninggalkan tempat itu, namun hal itu hendak dihalangi oleh Dursasana. Bima naik pitam dan maju hendak memukul Dursasana namun dicegah Kakaknya. Dursasana lari kebelakang karena takut, kemudian, Dewi Drupadi bangkit berdiri ditolong suaminya.
Dewi Drupadi yang melihat kemana perginya Dursana berteriak dengan sangat keras menyumpahinya sambil menyeka air matanya:
“Ingatlah Dursasana, aku tidak terima dengan perbuatanmu ini dan aku bersumpah demi para Dewa, bahwa aku tidak akan pernah bergelung lagi kalau belum berkeramas dengan darahmu”
Mendengar teriakan itu semua orang penonton yang tadinya mulai beranjak pulang menghentikan langkah dan saling berpandangan, tepat pada saat itu guruh berbunyi dan petir memancar, seolah-olah Dewa menyaksikan dan mencatat sumpah itu.
“Aku juga tidak akan mau mati sebelum merobek-robek dadamu dan minum darahmu ” Bratasena yang marah turut bersumpah. guruh dan petir datang lagi dengan suara lebih keras.
Mendengar sumpah-sumpah itu, Dursasana yang sedang bersembunyi dibelakang bergidig juga karena sumpah itu mendapat sahutan guruh dan petir yang seolah-olah para Dewa merestuinya.
Setelah kejadian itu Pandawa segera mengenakan pakaian mereka lagi namun belum meninggalkan tempat itu karena ditahan oleh Prabu Dastarata, ayah Suyudana dan Kurawa. Dastarata memerintahkan abdi kerajaan memanggil adiknya Raden Yamawidura untuk datang ke ruang Istana untuk menyelesaikan masalah ini.
Raden Yamawidura datang dengan terpincang-pincang serta tergopoh-gopoh. Dastarata menceritakan hal kejadian permainan dadu antara Kurawa dan Pandawa kepada adiknya itu. Raden Yamawidura mendengarkan dengan seksama.
Sementara itu Suyudana dan Patih Sakuni duduk diruang yang sama namun menjaga jarak sejauh mungkin dengan Pandawa. Mereka tampak saling menggerutu karena kemenangan mereka terancam karena kehadiran ayahnya.
Akhirnya Dastarata yang sejak semula tidak menyetujui permainan dadu antara Suyudana dengan Puntadewa atas nama Kurawa dan Pandawa serta setelah mendengar saran-saran Yamawidura memperkenankan Dewi Drupadi untuk mengajukan dua permohonan yang akan segera dikabulkan.
Dewi Drupadi yang cerdik itu segera menyadari inilah satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan Pandawa termasuk suaminya dan dirinya sendiri. Ia segera membuat permohonan agar: pertama, suaminya Puntadewa dibebaskan, kedua agar Pandawa yang lain juga dibebaskan. Kedua permohonan itu disetujui oleh Dastarata dan Yamawidura dan segera dikabulkan.
Suyudana marah sekali dan berteriak-teriak tidak sopan kepada ayahnya dan pergi meninggalkan ruang itu diikuti oleh Patih Sakuni. Prabu Dastarata yang merasa kasihan kepada Pandawa mengembalikan semua harta benda Pandawa yang telah dimenangkan oleh Kurawa.

DWARAWATI MUNCUL DARI LAUT

DWARAWATI MUNCUL DARI LAUT

Standar
Nama Dwarawati lebih dikenal dengan Dwarka berasal dari kata Sanskrit. Kata  “Dwar” berarti pintu . Di masa lalu bila seseorang datang dari barat masuk ke India  akan melalui   Dwaraka.  Dwaraka adalah sebuah kota/kerajaan yang berdiri di zaman Mahabharata. Dwarka merupakan salah satu dari tujuh tempat yang paling suci bagi umat Hindu di India, dan Varanas merupakan  yang paling suci.
KRISHNA X
Krishna

Latar Belakang  Pembangunan Kota Dwaraka
Setelah membunuh  Kamsa, Krishna  dan kakaknya Balarama menunjuk  Ugrasena  naik tahta di Mathura. Mertua Kamsa Jarasandha, penguasa  Magadha marah besar akan hal ini. Dia berkali-kali menyerang  Mathura untuk membalas atas kematian Kamsa. Meskipun Krishna dan pasukan  Yadawa yang jumlahnya sedikit mampu untukmembendung serangan tersebut,
Riwayat Sri Krishna yang termuat dalam naskah suci  Srimad Bhagavatam, menjelaskan tentang  pembangunan Dwaraka, ketika Sri Krishna memerintah  kota  Mathura, kerajaan ini berkali-kali sekitar 17 kali  diserang oleh  Jarasandha,  raja tirani dari  Magadha (kini  Bihar), Dalam penyerangan itu  Magadha menderita kekalahan  dan pada serangannya yang ke 18, Krishna memutuskan untuk membangun kota yang terpisah pada sebuah pulau diselatan India, untuk melindungi penduduknya, wangsa Yadawa dari kesulitan dalam menghadapi perang yang berulang-ulang. Kota ini hanya bisa dicapai dengan kapal. Pada  Sabha Parwa diceriterakan perjuangan Krishna  dengan para pengikutnya   untuk menyelamatkan diri dari serangan Jarasanda  terhadap  Mathura .
Krishna memilih lokasi yang terpencil jauh dari jangkauan Jarasandha. Beliau memilih pantai barat, jauh dari Mathura, dan menghabiskan setahun untuk membuat perencanaan kota Beliau membangun dari sisa yang tenggelam  dari kerajaan sebelumnya Kushasthali. Krishna mereklamasi ratusan mil  dan meminta Vishwakarman, arsitek suci agar memberikannya sebuah kota.
Kota Dwaraka
Pada jaman dahulu didalam lumpur pernah terletak sebuah kerajaan mistis. Kota terdiri dari 900 istana semuanya terbuat dari emas. Riwayat mengenai kota itu semistis riwayat  dari pendirinya.  Yang memerintah kerajaan ini adalah Sri Krishna. Dwaraka sebagai kota emas memiliki banyak Dwara atau Gerbang yang dihubungkan ke daratan utama dengan jembatan.

DWARAKA IMG
Gambaran Artis, Kota Dwaraka
Dwaraka sebagai tempat yang penting  sebagai salah satu tempat suci umat Hindu, dikenal sebagai ibu  kota kerajaan Shri Krishna. Sebelumnya merupakan wilayah berburu Ekalavya. Dronacarya juga tinggal diwilayah ini. Krishna memutuskan untuk membangun kota baru ditempat ini  Beliau menamakan kota yang baru itu Dwaravati.
Mahabharata  dan  Bhagwata  Purana dan naskah kuno yang lainnya, menggambarkan keindahan kota Dwaraka. Material yang paling mahal dan yang paling baik saat itu digunakan. Merupakan suatu kebiasaan menggunakan batu mulia, emas dan perak  sebagai material bangunan. Dwaraka merupakan kota mawar dan emas. Istana dan beberapa gedung dibangun dengan emas. pada puncak menara. Lantainya dibuat dari batu jamrud / emerald. Batu mulia melapisi tembok dan pada  lengkungan kristal dibagian atas ditatah dengan emas. Gedung-gedung dihias dengan indah  dan ukiran-ukiran menghiasi dinding   Meskipun bagian bawahnya terbuat dari perak, perunggu dan besi.
Arsitektur Dwaraka sangat indah . Penjelasan yang menarik dijumpai  pada  Purana: ” Khawatir akan diserang oleh  Jarasangha dan  Kalayvan dari  Mathura, Sri Krishna dan wangsa  Yadava meninggalkan  Mathura dan tiba di pesisir  Saurashtra. Mereka memutuskan untuk membangun ibu kota  dipesisir pantai dan mengundang  Vishwakarma, untuk pembangunannya.,  Vishwakarma  menyatakan pembangunan bisa diselesaikan bilamana  Samudradeva, penguasa samudra  menyediakan  daratan. Sri Krishna memuja  Samudradeva, yang dengan senang hati  menyediakan dan memberikan daratan seluas 12 yojan  dan  arsitek Vishwakarma membangun  kota emas  Dwaraka,”
SEGEL
Segel Tanah Liat, Untuk Masuk Kota Dwaraka
Tamannya secara khusus disebutkan. Yang penuh dengan tanaman buah-buahan dan bunga, pohon pelindung ditanam disepanjang jalan raya.  Danau buatan dan kolam penuh ditumbuhi lotus  dan pancuran serta air terjun menyejukkan mata. Pohon “nirwana”  Parijaata ditanam dalam jumlah yang banyak
KOTA
Dwaraka Oleh  Uma Shankari
Foto   Silicon, India
Bendera berwarna warni berkibar  diatas tembok dan kebersihannya sangat luar biasa.  Bhagawatam Purana menjelaskan : Untuk menyambut kedatangan  Krishna kembali ke kotanya semua jalan, gang disapu dan diperciki  air yang wangi, karangan bunga lotus  digantung disetiap lengkungan, dan pada setiap tangga rumah dupa dibakar  sehingga mengharumkan udara .  Pada acara itu dari lantai rumah yang lebih tinggi wanita menaburkan bunga dan karangan bunga sambil turun kejalan yang diiringi musik dan tarian

Senin, 03 Juni 2013

kelahiran krishna awatara

                                            KRISHNA AWATARA MAHASEMPURNA

 
Sri Krshna menrupakan sosok awatara yang maha sempurna dibandingkan awatara-awatara Tuhan sebelumnya. Disebut sempurna, karena Krishna memiliki sifat-sifat ketuhanan yang di dalam Bhagavad Gita disebut sebagai Kepribadian Tuhan yang Maha Esa.

Sosok Sri Krishna yang merupakan tokoh pewayangan dalam Mahabharata bukan cerita semata-mata. Sri Krishna adalah seorang sosok kebenaran Weda. Bagi yang yakin dengan Weda beserta ajarannya, maka Mahabharata adalah bagian dari Pancama Weda. Sehingga Sri Krishna tidak usah diragukan lagi. Ungkapan yang serius itu dilontarkan Premadharma Dana dari Asram Sri Sri Radha Rasesvara di Gerih, Abiansemal ketika MBA menghubungi di pesramannya.
Tokoh Sri Krishna dalam tokoh ceritra pewayangan maupun dalam lakon-lakon film India tidak asing lagi, sehingga Sri Krishna adalah sosok atau tokoh panutan dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan kehadiran Sri Krishna merupakan awatara Tuhan yang sangat sempurna. Diceritakan Premadhana yang bernama asli I Ketut Adi Perbawa mengatakan, seorang Krishna yang lahir di sebuah penjara karena ayah dan ibunya dibui oleh Kamsa lantaran dirinya mendapat pawisik yang isinya dirinya bakala dibunuh oleh anak kedelapan dari istri adiknya Vasudeva.
Ujung-ujungnya setiap istri Vasudeva, Devaki melahirkan anak itu selalu dibunuh Kamsa. Sampai lahirnya anak ke delapanpun tidak terlepas dari usaha pembunuhan. Dari anak yang kedelapan ini lahirlah Sri Krishna, dia luput sari ancaman pembunhan Kamsa. Singkat cerita akhirnya Kamsa-lah yang mati di tangan Krishna.
Krishna lahir disebuah kota yang bernama Mathura tepatnya Desa Gokul, Vrindavan. Kebesaran Sang Krishna tidak lepas dari asuhan Maharaja dan Ibu Yasuda. Semakin remaja penampilan Krishna semakin meyakinkan membesarkan hati umat karena mampu memberikan tuntunan rohani kepada rekan-rekannya.
Ditanya mengapa Sri Krishna diyakini sebagai Awatara?. Dengan tegas dan meyakinkan Premadhana mengatakan. “didalam Kitab Mahabharata yang merupakan bagian dari Pancama Weda jelas dikatakan kelahiran sebelumnya adalah berwujud Sri Rama, dan Sri Rama pun mengatakan pada perjalanan jaman Dwapara Sri Rama akan muncul lagi dan lahir sebagai tokoh Sri Krishna,” katanya.
Orang yang yakin dengan Weda dan memahami Weda dengan benar, seyogyanya menganut Weda harus menyemah Krishna karena Krishna adalah pribadi Tuhan, bukan pribadi Dewa. “Sebab Dewa dalam konsep Hindu adalah tenaganya Krishna,” imbuh Premadhana dengan hati-hati.
Kalau boleh dikatakan Sri Krishna merupakan awatara yang sempurna sehingga bukan dewa yang turun sebagai awatara melainkan dewa yang merupakan sumber dari kepribadian Krishna. Sri Krishna juga sering disebut dengan Awatari yang artinya sumber dari segala awatara. Lebih tegas dikatakan Krishna adalah sumber awatara sehingga Tuhan itu adalah Krishna. Pernyataan ini sudah tersurat dalam Bhagavad Gita.
Kalau dikaitkan dengan sekta Waisnawa juga memuja Sri Krishna tapi entah bagaimana di Bali konsep Krishna sudah tidak lumrah di puja, mungkin perwujudan itu sudah mengarah ke Dewata Nawa Sanga yang ada Dewa Wisnu, Brahma, Siwa, Mahadewa, Iswara dan dewa lainnya sebagai penjuru arah. Sehingga menurut Premadharma sangat tepat di jaman yang serba bergelimangan materi ini sosok Krishna sebagai penyelamat yang dititahkan Sri Rama di dalam jaman Dwapara akan menjelma lagi. Dan penjelmaan itu sudah terbukti dengan sosok tokoh pembela kebenaran yaitu Sri Krisna . Jika kita melihat kehidupan masa kecil Sri Krishna, jelas penyembah Krishna, Ida Ayu Warsika, dia itu terkenal sangat nakal. Kesehariannya di masa kanak-kanak dihabiskan dengan bermain-main, kemudian mencuri susu. Iya seperti layaknya anak-anak. Walaupun begitu Sri Krishna banyak menyelematkan umat manusia, diantaranya dia berhasil membunuh Kamsa yang sangat jahat dan berperilaku kurang manusiawi terhadap sesamanya. Nah nilai-nilai ini yang harus ditanamkan kepada umat, katanya menambahkan. *patra
SRI KRISHNA “SANG PEMBUNUH”
Sri Krishna dilahirkan ketika negeri Mathura dipimpin seorang raja bernama Kamsa. Kamsa putra Ugrasena yang berasal dari keluarga besar Bhoja ini dikenal sangat sakti tetapi memiliki tabiat yang sangat jahat.
Suatu hari pada saat dia mengemudikan kereta adiknya Vasudeva yang baru saja menikahi Devaki, tiba-tiba ia mendengar ramalan dari alam niskala yang isinya: “suatu hari Kamsa bakal dibunuh oleh anak kedelapan dari pasangan Vasudeva dan Devaki”.
Mendengar lamaran itu Kamsa menjadi sangat gelisah. Mengapa anak adiknya justru yang bakal membunuh dirinya, mungkinkah semua ini karena perilakunya selama ini. Karena diganggu oleh pikiran-pikiran buruknya, akhirnya Kasa meminta kepada Vasudeva, agar setiap anak yang lahir dari kansungan Devaki buah perkawinan mereka itu, harus diserahkan kepada dirinya. Vasudeva tidak bisa berbuat banyak.
Sebagai seorang raja yang taat terhadap dharma, Vasudeva menyerahkan anak pertamanya kepada Kamsa. Kamsa sempat terketuk hatinya melihat tingkah adiknya yang berbudi luhur itu. Sampai ia tidak tega membunuh anak adiknya sendiri. Namun ketika dia mendapat bisikan dari Rsi Nerada bahwa kutukan yang didengarnya itu adalah benar, dan dirinya akan dibunuh oleh anak kedelapan dari Vasudeva yang merupakan titisan dari Wisnu yang menjelma sebagai Sri Krishna, sejak saat itu Kamsa menjadi marah besar.
Vasudeva dan Devaki akhirnya dijebloskan ke penjara. Setiap tahu, begitu pasangan suami istrinya melahirkan, anaknya langsung dibunuh. Tidak sampai disini, pikiran Kamsa mulai rusak, ketika dia mendengar anak dalam bentuk titisan Wisnu itu bisa saja lahir di luar istana. Dengan dasar pikiran seperti itu, Kamsa akhirnya membunuh semua anak yang lahir di negeri yang dipimpinnya. Kejahatan menjadi tidak terkontrol.
Dalam mimpi Kamsa terbongkar bahwa Krishna yang sebenarnya bakal lahir di keluarga Yadu, Bhoja dan Andhaka. Karena itu sasaran pemburuan Kamsa hanya di lingkungan ketiga keluarga tersebut. Akhirnya ketiga keluarga itu menjadi bingung. Mereka meminta perlindungan kepada kerajaan lain yang berada di sekitar Mathura.
Setelah membunuh enam anak pasangan Devaki – Vasudeva, Kamsa melalui anak buahnya terus mengintai keadaan pasangan ini, untuk mencari-cari kelahiran anak mereka selanjutnya. Akhirnya Devaki mengandung anaknya yang kedelapan. Hal ini membuat Devaki sangat cemas. Pastilah anaknya ini bakal dibunuh oleh kakak iparnya.
Malam hari sebelum sang bayi lahir, Devaki dan Vasudeva mendapatkan bisikan dari niskala. Isi setelah bayi itu lahir, bayi itu harus ditukarkan kepada anak Yasoda, dan pada saat yang sama Yasoda juga melahirkan seorang bayi, bayi itulah yang harus diambil. Sesuai dengan pawisik itu, Vasudeva malam-malam mengarungi sungai gangga untuk menukarkan anaknya kepada Yasoda. Perbuatan ini benar-benar nekad. Namun berkat perlindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, akhirnya usaha itu berhasil.
Begitu pagi, seorang penjaga penjara mengabarkan kepada Kamsa, anak kedelapan adik iparnya sudah lahir. Pada saat itu Kamsa mencari adik iparnya untuk kemudian membunuh sang bayi. Lantas apa yang terjadi, ternyata sebelum dibunuh bayi itu sudah terbang. Sembari mengeluarkan peringatan, Sri Krishna sudah lahir kebumi dan siap membunuh Kamsa suatu hari.
Kamsa menjadi semakin kalap, dia membunuh semua bayi yang baru lahir maupun yang sudah menginjak umur beberapa bulan. Dalam perjalanan kehidupan Kamsa memang akhirnya dibunuh oleh Sri Krishna. Pembunuhan ini dilakukan untuk membebaskan Kamsa dari dosa-dosa yang telah dibuatnya selama memerintah negeri Mathura. Sebenarnya dalam konteks Bhagavad Gita , setiap pembunuhan yang dilakukan Sri Krishna adalah untuk membebaskan dan membersihkan dunia dari keangkaramurkaan.
Seperti dikaakan dalam Bhagavad Gita, kapan dan dimana terjadi kekacauan dan dharma tidak ditegakkan, maka pada saat itu dia sendiri yang akan lahir untuk melakukan “pembersihan”. Sri Krishna adalah sesrorang pembunuh yang sekaligus membersihkan dunia ini dari kekotoran, kedurjanaan, dari keangkaramurkaan dan dari kebathilan. Sri Krishna merupakan lambang pembebasan, lambang penegakkan dharma.*